Mike Tyson dan Dunia Tinju: Alasan Si Leher Besi Gagal Ikut Olimpiade Los Angeles 1984
SEAToday.com, Jakarta - Mantan juara tinju dunia kelas berat, Mike Tyson menggemparkan dunia pada 16 November 2024. Pria berjuluk The Iron Mike yang sudah berusia lanjut memilih untuk naik ring kembali melawan petinju muda, Jake Paul di Stadion AT&T di Arlington, Texas, Amerika Serikat (AS).
Mike pun mendapatkan apresiasi besar walau kalah. Mike mampu bertahan selama delapan ronde. Dulu kala, Mike juga pernah merasakan kegagalan. Ia pernah gagal mewakili tim AS berlaga dalam hajatan Olimpiade Los Angeles 1984. Begini ceritanya.
Tiada yang meragukan kerasnya hidup jadi penentu kesuksesan di masa depan. Itulah yang diamani oleh seorang Mike Tyson. Pria kelahiran New York, 30 Juni 1965 itu tak pernah merasakan mulusnya hidup sedari kecil.
Ia menemukan kenyataan bahwa ayah dan ibunya telah berpisah. Ia sama sekali tak mendapatkan figur seorang ayah. Kondisi itu membuat Mike tumbuh liar sedari umur 10. Kenakalannya tak terkendalikan. Mike selalu bisa membuat banyak orang geleng-geleng dengan kenakalannya di jalanan Brooklyn.
Ia kerap kedapatan mencopet dan memeras orang. Ia juga jadi pengedar narkoba. Saban hari ia melakoni aktivitas dengan suka cita. Namun, tiap kenakalan ada konsekuensinya. Ia ditangkap dan ditempatkan ke penitipan anak nakal, Tyron School.
Alih-alih jera, Mike justru mendapatkan teman baru. Bobby Steward, namanya. Bobby yang notabene penjaga sekolah di Tyron School memang mantan petinju bayaran. Keakraban keduanya membawa Mike tertarik dengan dunia tinju.
Bobby mengajari dasar-dasar tinju ke Mike. Bobby melihat Mike punya potensi besar. Konon, Bobby sudah meramal bahwa suatu saat Mike akan jadi bintang tinju dunia.
“Bobby dulu petinju bayaran. Dari dialah –selalu sebelumnya dengan janji Tyson mau mengembangkan pelajaran membacanya— bocah nakal ini belajar tinju. Bobby rupanya melihat bakat terpendam ada pada Tyson,” ujar Marah Sakti dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Juara Termuda sampai Tua, 29 November 1986.
Karier Cemerlang
Orang tua Mike boleh jadi angkat tangan dalam mendisiplinnya. Namun, tidak dengan Bobby. Mike cenderung nurut. Instruksi tinju yang diberikan Bobby kerap diikutinya. Tidak boleh tidak. Kondisi itu membuat polesan Bobby ke Mike mulai terlihat.
Bobby merasakan kemampuan Mike yang terus bertambah. Kekuatan tinjunya menggelegar. Namun, Bobby mulai menyadari bahwa ia bukan pelatih profesional. Bobby lalu menceritakan bakat Mike kepada seorang kawannya. Hasilnya, Mike langsung dibawa keluar dari Tyron School.
Belakangan orang itu dikenal dengan nama Cus D’Amato. Cus menganggap Mike bak anak sendiri. Mike sebaliknya. Ia menganggap Cus sebagai ayahnya. Mike bak berada di tangan yang tepat. Cus jadi orang kedua yang melihat potensi besar Mike.
“Cus D'Amato, pelatih kelahiran Bronx berusia 70-an yang telah menemukan petinju profesional, Rocky Marciano dan Floyd Patterson. D'Amato menyambut Mike di rumahnya, memberinya makan, mendidik, melatih, mendisiplinkan, dan mencintainya. Mke belum pernah mengenal orang seperti ini. Keduanya menjadi tak terpisahkan,” ungkap Simon Hattenstone dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Mike Tyson: I’m Ashamed of so Many Things I've Done', 21 Maret 2009.
Cus pun mencoba meramalkan hal yang sama bahwa Mike suatu saat nanti akan jadi juara dunia. Beruntung Cus bukan orang yang hanya doyan bermimpi saja. Ia mencoba menciptakan jalan Mike menuju kesuksesan dalam dunia tinju.
Cus mencoba mengeluarkan segala potensi terbaik yang dimiliki Mike. Cus kerap mengajak Mike berlatih dan menonton tinju. Keduanya banyak berdiskusi panjang bagaimana cara menaklukkan lawan-lawan. Cus mengarahkan Mike. Disiplin jadi fondasi utamanya.
Cus pun bak menjinakkan seorang Mike dan berhasil. Mike jadi petinju pendatang baru yang menggemparkan Negeri Paman Sam. Dunia tinju amatir dijelajahinya. Dunia profesional coba ditaklukkan. Lawan-lawannya dibuat bertekut lutut karena kecepatan dan kekerasan pukulan Mike.
Gagal ikut Olimpiade
Eksistensi Mike di ring tinju menggelegar. Ia bersedia melawan siapa saja. Mike ingin menaklukkan tinju dunia. Ia tak menyia-nyiakan kesempatan tiap naik ring. Mike sampai memiliki keinginan untuk membela AS dalam cabang tinju kelas berat di Olimpiade Los Angeles 1984.
Mike memang memiliki prestasi bejibun. Namun, aturan mengharuskannya ikut audisi. Gayung bersambut. Mike mampu melaju hingga final uji coba tinju. Ia kala itu melawan petinju AS lainnya, Henry Tillman.
Hasilnya mengejutkan. Mike justru kalah angka dari Tillman. Kekalahan itu tak bisa dimaafkan Mike. Ia menganggap bahwa terjadi kecurangan. Tanding ulang sempat dilakukan. Hasilnya sama saja. Mike kalah dalam hitungan angka. Suatu penilaian yang dianggap Mike tak adil.
"Ketika mereka mengumumkan keputusan itu, saya tidak percaya mereka memberikannya kepada Tillman. Seluruh organisasi tinju amatir membenci saya. Mereka tidak suka sikap sombong saya di Brownsville. Saya berperilaku baik, tetapi Anda masih bisa melihat kesombongan khas New York yang terpancar," ujar Mike sebagaimana dikutip Jake Bayliss laman Mirror berjudul Why Mike Tyson Never Competed at the Olympics Despite Prolific Heavyweight Career, 8 Agustus 2024.
Kekalahan Mike harus dibayar mahal. Ia tak diangkut jadi wakil AS dalam Olimpiade Los Angeles 1984. Kekesalan Mike pun kian memuncak karena Tillman masuk dalam kategori petinju kelas berat berprestasi.
Tillman mampu mempersembahkan medali emas untuk AS setelah mengalahkan Willie DeWit dari Kanada dalam Olimpiade Los Angeles. Mike pun tak putus asa. Kegagalan itu justru jadi pelecut semangat Mike untuk terus naik ring dan menang.
Puncaknya, Mike mampu mendapatkan gelar juara dunia tinju kelas berat kala mengalahkan Trevor Berbick dua tahun setelah Olimpiade Los Angeles di gelar, atau pada 1988. Usia Mike kala itu masih 20 tahun, 4 bulan, 22 hari.
Kegagalan ikut Olimpiade tak lantas dilupakan Mike kala menjadi juara dunia. Ia kemudian bertemu kembali dengan Tillman dalam pertandingan tinju pada 16 Juni 1990. Mike tak melepaskan Tillman begitu saja. Tillman pun kalah hanya dalam ronde satu. Alhasil, balas dendam Mike tunai sudah.
Recommended Article
Sport Update
Tottenham Hotspurs' Effective Play Crushes Manchester City 4-0
Tottenham delivered a dominant performance, defeating Manchester City with a thumping score of 4-0 in the 12th week of the Premier League at Etihad Stadium, Manchester, on Sunday morning West Indonesia Time.
Erick Thohir Officially Inaugurates New Board for Indonesian Futs...
The formation of the new management for these two federations under PSSI aims to align all stakeholders related to football in Indonesia.
Saudi Arabia's Head Coach Herve Renard Admits His Team Deserve De...
Saudi Arabia's head coach, Hervé Renard, acknowledged that his team deserved the 0-2 loss to Indonesia
Ivar Jenner Downplays Saudi Arabia’s “Dirty Tactics”
On Wednesday, (11/20/2024), Indonesian midfielder Ivar Jenner commented on Saudi Arabia’s “dirty tactics” during their match in Jakarta.
Popular Post
Indonesia Climbs Four Spots in FIFA Rankings, Erick Thohir Praise...
Indonesia’s national football team has risen four spots in the FIFA rankings, now sitting at 129th.
Indonesian National Footbal Team Prospects Justin Hubner Set to O...
Justin Hubner will undergo an oath-taking procession as an Indonesian citizen (WNI) in Jakarta on Wednesday (12/6).
Indonesian Women Singles Ruzana Wins Sri Lanka International Seri...
Indonesian women's singles badminton player Ruzana won the Sri Lanka International Series 2024 tournament held at the Indoor Stadium Galle.
Free MRT and Shuttle Bus Access for Indonesia vs Japan and Saudi...
Shuttle bus services will operate from Senayan and Istora MRT stations. A total of 20 Garuda Shuttle units and 15 Aqua Shuttle units will be available, with multiple pick-up points provided.